Rabu, 28 Agustus 2013

POLA PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM KEBIJAKAN SERTIFIKASI GURU PICU PERILAKU MATERIALISME DAN KECURANGAN (KAJIAN DALAM PERSEPEKTIF PSIKOLOGI BEHAVIORISME)





POLA PENILAIAN PORTOFOLIO DALAM KEBIJAKAN SERTIFIKASI

GURU PICU PERILAKU MATERIALISME DAN KECURANGAN


(KAJIAN DALAM PERSEPEKTIF PSIKOLOGI BEHAVIORISME)


 

A.   LATAR BELAKANG

Guna meningkatkan mutu pembelajaran dan pendidikan di Indonesia, pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan, salah satunya yang saat ini sedang hangat dibicarakan adalah kebijakan yang berkaitan dengan sertifikasi guru. Meski dengan kuota yang terbatas, di beberapa daerah–melalui Dinas Pendidikan setempat- menawarkan kepada guru-guru yang dianggap telah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai calon peserta sertifikasi.

Membaca dari berbagai komentar di beberapa surat kabar, menyatakan bahwa telah banyak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan sertifkasi guru tersebut. Tak kurang Koordinator Education Watch pun unjuk bicara mengamini fenomena tersebut (Koran Tempo, 27/09/07). Satya Sandhatrisa Gunatmika dalam tulisannya pada harian tersebut menyatakan bahwa, telah terjadinya praktek kecurangan kolektif yang dilakukan oleh para guru. Selain itu, banyak kasus kolusi dalam penentuan guru yang akan mengikuti ujian seleksi sertifikasi. Dinyatakan pula beberapa “permakluman” atas tindak kecurangan tersebut diakibatkan oleh keinginan yang kuat dari para guru untuk lulus dalam ujian sertifikasi lantaran syarat pengumpulan poin penilaian sangat berat dan tidak mungkin dicapai oleh para guru senior yang sibuk dengan urusan rumah tangga dan kegiatan belajar-mengajar.

Namun dalam perkembangannya terlihat di kalangan guru, motivasi para guru dalam sertifikasi hanya sebatas untuk mendapatkan tambahan gaji ekstra saja (materalisme). Sistem porotofolio dengan skor 850 poin ternyata juga sangat rawan manipulasi dan memicu para guru berbuat curang.

Oleh karena itu, jika ke depannya kegiatan sertifikasi guru masih menggunakan pola yang sama, yaitu dalam bentuk penilaian portofolio, maka tidak akan ada peningkatan mutu pembelajaran dan pendidikan yang berarti. Apakah meningkatkan kesejahteraan guru harus dengan selembar kertas yang itu bisa dimanipulasi?


  B.   PEMBAHASAN

Hakekat Kebijakan
Kebijakan pendidikan adalah konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan, kita lakukan, tetapi sering kali kita tidak pahami sepenuhnya, oleh karena itu, kita lihat terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kebijakan pendidikan.
Secara etimologi kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy atau police dalam bahasa inggris. Berdasarkan asal kata tersebut pengertian policy berarti hal-hal mengenai kebijakan pemerintah, sedangkan police berarti hal-hal yang berkenaan dengan pemerintahan.

Menurut Gamage dan Pang kebijakan adalah yang terdiri dari pernyataan tentang sasaran dan satu atau lebih pedoman yang luas unuk mencapai sasaran tersebut sehingga dapat di capai yang dilaksanakan bersama dan memberikan kerangka kerja bagi pelaksanaan program sedangkan Klien dan Murphy mengatakan kebijakan berarti seperangkat tujuan–tujuan dan prinsip-prinsip serta peraturan–pearaturan yang membimbing sesuatu organisasi kebijakan dengan demikian mencakup keseluruhan petunjuk organisasi.
Berdasarkan pendapat diatas menunjukkan bahwa kebijakan adalah hasil keputusan manajemen puncak yang dibuat dengan hati-hati yang intinya seperangkat tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip serta peraturan-peraturan yang membimbing sesuatu organisasi dengan demikian kebijakan mencakup keseluruhan petunjuk organisasi.

Oleh karena itu kebijakan secara prakis dapat di fahami sebagai keputusan pemerintah, (as decision of government) sebagai bentuk pengesahan formal (as formal authorization), sebagai program (as programme), sebagai keluaran (as output), sebagai hasil akhir (as outcome) dan sebagai teori atau model (as a theory or model)serta sebagai proses (as process).

Hakikat Guru Dan Dosen
Undang-undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen telah mendiskripsikan yang dimaksud guru dalam pasal 1: 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.dan dalam pasal 1 ; 4 dinyatakan Professional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Ada Empat (4) kompetensi yang harus dikuasai guru sebagai pendidik profesional, ke empat (4) kompetensi tersebut adalah:
1.    Kompetensi pedagogik, yaitu meliputi:
Kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik serta pemahaman terhadap peserta didik, dengan indicator esensial: memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif dan kepribadian dan mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik.
2.    Kompetensi professional yaitu: Kompetensi profesional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.
3.    Kompetensi sosial yaitu: Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, memiliki indikator esensial: berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar.
4.    Kompetensi kepribadian yaitu: Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kepribadian yang mantap dan stabil memiliki indikator esensial: bertindak sesuai dengan norma hukum; bertindak sesuai dengan norma sosial; bangga sebagai guru; dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. Kepribadian yang dewasa memiliki indikator esensial: menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai guru. Kepribadian yang arif memiliki indikator esensial: menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak Kepribadian yang berwibawa memiliki indikator esensial: memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. Akhlak mulia dan dapat menjadi teladan memiliki indicator esensial: bertindak sesuai dengan norma religius (iman dan taqwa, jujur, ikhlas, suka menolong), dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik

Hakikat Sertifikasi Guru 
Sertifikasi guru adalah sebuah upaya peningkatan mutu guru dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan guru, sehingga diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Bentuk peningkatan kesejahteran guru berupa tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik.

Perlunya sertifikat pendidik bagi guru dan dosen, bukan saja untuk memenuhi persyaratan sebuah profesi yang menuntut adanya kualifikasi minimum dan sertifikasi, juga dimaksudkan agar guru dan dosen dapat diberi tunjangan profesi oleh Negara. Tunjangan profesi itu diperlukan sebagai syarat mutlak sebuah profesi agar penyandang profesi dapat hidup layak dan memadai, apalagi hingga saat ini guru dan dosen masih tergolong kelompok yang berpengahasilan rendah yang harus dibantu meningkatkan kesejahteraan melalui undang- undang.

Berdasarkan kepentingan tersebut, maka dalam Undang- Undang Guru dan Dosen dengan tegas dirumuskan pada pasal 16, bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi guru yang diangkat oleh pemerintah dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang memiliki sertifikat pendidik yang besarnya setara dengan satu kali gaji pokok yang diangkat oleh pemerintah pada tingkatan masa kerja dan kualifikasi yang sama. Tunjangan profesi ini dialokasikan dalam APBN dan APBD. Subtansi yang sama bagi dosen diatur dalam pasal 53 UUGD. Dengan demikian maka diskriminasi antara guru dan dosen yang berstatus PNS dan non PNS tidak akan terjadi lagi. Sertifikasi pendidik bagi guru diatur dalam pasal 11 ayat (2) dan (3) Undang- undang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa sertifikat pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga pendidikan yang telah terakreditasi yang ditetapkan oleh pemerintah dan dilaksanakan secara transparan, objektif dan akuntabel. Setiap orang yang memiliki sertifikat pendidik itu memiliki kesempatan yang Sama untuk diangkat menjadi guru pada satuan pendidikan tertentu.  Agar sertifikat pendidik dapat diperoleh oleh guru yang berstatus PNS dan Non PNS tanpa banyak hambatan, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran, termasuk untuk meningkatkan kualifikasi akademik Selain tunjangan profesi, bagi guru yang memiliki sertifikat pendidik, dan yang belum tersertifikasi akan disediakan oleh Negara tunjangan fungsional atau tunjangan sejenis kepada guru, baik yang berstatus PNS maupun Non PNS. Tunjangan yang dimaksud ini dialokasikan Dalam APBN dan atau APBD, sehingga tidak ada keraguan bahwa tunjangan ini tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah.

Kritik Pola Penilaian Protofolio dalam Persepektif Psikologi BehaviorismeMenurut tokoh Psikologi behaviorsime Skinner, bahwa hubungan antara stimulus dan respon terjadi melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah laku. Stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan memengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya memengaruhi munculnya perilaku (Slavin, 2000).

Apabila dicermati kebijakan sertifikasi ini menimbulkan masalah baru, orientasi materialisme jelas terlihat dalam kebijakan ini. Pemerintah menjanjikan gaji berlipat bagi guru yang telah mendapat sertifikasi yaitu sebesar dua kali gaji pokok. Siapa yang tidak tergoda dengan janji manis ini?. Artinya “iming-iming” gaji memberikan stimulus dan yang kemudian direspon guru-guru untuk mengikuti uji sertifikasi dengan motivasi hanyalah gaji dan gaji.

Sebenarnya peningkatan kesejahteraan guru adalah hal yang penting. Betapa  selama ini penghargaan terhadap prosesi guru masih sangatlah rendah. Namun secara teknis, cara penilaian portofolio yang digunakan ternyata banyak menimbulkan masalah.

Ketentuan dalam Permendiknas Nomor 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio alias penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, dengan mencakup 10 (sepuluh) komponen yaitu: (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang pendidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.  Jika kesepuluh komponen tersebut telah dapat terpenuhi secara obyektif dengan mencapai skor minimal 850 atau 57% dari perkiraan skor maksimum (1500), maka yang bersangkutan bisa dipastikan untuk berhak menyandang predikat sebagai guru profesional, beserta sejumlah hak dan fasilitas yang melekat dengan jabatannya.
Sistem penilaian portofolio di atas memicu munculnya praktik kecurangan dalam teknis pelaksanaannya. Terutama berkaitan dengan bukti-bukti kegiatan yang hanya dibuktikan lewat sertifikat bukti keikutsertaan dalam berbagai kegiatan. Salah satu strategi yang kerap dilakukan adalah, kegiatan seminar “rekayasa”. Caranya dengan membentuk panitia setingkat kabupaten bahkan kecamatan kemudian peserta dapat sertifikat telah mengikuti seminar. Itupun cukup untuk dapat kredit poin. Demikian pula panitianya yang tidak lain adalah juga guru tentu ada poin tersendiri yg bisa dijadikan modal manipulasi untuk sekedar mengumpulkan poin agar target poin 850 terpenuhi. Bahkan dalam sebulan bisa saja berkali-kali diadakan seminar-seminaran yang sekedar bermotif kejar kredit poin demi SERTIFIKASI itu.

Bahkan ada beberapa rekan guru yang spontan rajin membuat modul pembelajaran, yang isinya saja mungkin ia tidak pahami karena asal comot sana sini. Aneh bukan? Ini demi kredit poin. Apakah ini yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan soal sertifikasi itu?.

Solusi Pembenahan Sertifikasi 
Pelaksanaan sertifikasi akan menghadapi berbagai kendala. Di samping persoalan biaya, berbagai tantangan dan tuntutan juga akan muncul. Bagaimana cara pemerintah menghadapi tantangan dan tuntutan ini, akan menentukan apakah sertifikasi akan berhasil meningkatkan kualitas kompetensi guru.

1.    Pertama, Ganti portofolio dengan kegiatan Pelatihan
Perlu ada pelatihan untuk mengukur standar kemampuan guru. Dengan pelatihan, mereka bisa saling asih, asah, dan asuh. Ada pertukaran pengalaman. Ini sangat berbeda dari portofolio. Setelah pelatihan dilaksanakan baru diadakan proses uji kompetensi. Melalui pelatihan inilah, baru guru benar-benar mendapatkan sesuatu yang selama ini belum dimiliki sehingga predikat profesional layak disandangnya. Penyelenggaraan pelatihan dengan melibatkan tenaga pelatih dari para guru berprestasi/teladan yang handal.

2.    Seritifikasi dilakukan oleh organisasi profesi (bukan oleh LPTK)
Seperti halnya profesi dokter, advokat maupun wartawan, maka status sebagai tenaga professional, sertifikasinya dilakukan oleh organisasi yang menaungi mereka. Tahap awal bagi guru untuk mendapatkan tunjangan profesi tersebut tidak dilakukan oleh pemerintah melalui Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK).  LPTK tidak dapat menjadi lembaga pensertifikasi guru karena LPTK sudah menjadi lembaga yang menyiapkan dan melahirkan calon guru. Oleh karena itu, seperti halnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) maka PGRI dapat menjadi pihak yang menerbitkan mensertifikasi guru. Profesi apapun, sertifikasi harusnya dilakukan oleh organisasi profesi. LPTK perannya bukan menerbitkan sertifikasi, tapi mendidik dan menyiapkan calon guru yang baik.

Sehingga Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen perlu dilakukan revisi untuk mengakomodir kewenangan ini. Disamping itu, PGRI harus terus melakukan pembenahan internal untuk menjadi organisasi profesi guru yang benar-benar kredibell.  Organisasi profesi guru juga harus berada di setiap kabupaten dan kota.  Hal Ini untuk memudahkan organisasi untuk menjangkau, melayani, dan melindungi guru-guru yang berada di kabupaten/kota.

3.    Sertifikasi merupakan instrument bukan tujuan.
Perlu ada kesadaran dan pemahaman dari semua fihak bahwa sertifikasi adalah sarana untuk menuju kualitas. Sertifikasi bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa apapun yang dilakukan adalah untuk mencapai kualitas. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah S-1 bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar, melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru. Demikian pula kalau guru mengikuti uji sertifikasi, tujuan utama bukan untuk mendapatkan tunjangan profesi, melainkan untuk dapat menunjukkan bahwa yang bersangkutan telah memiliki kompetensi sebagaimana disyaratkan dalam standard kemampuan guru.  Dengan menyadari hal ini maka guru tidak akan mencari jalan lain guna memperoleh sertifikat profesi kecuali mempersiapkan diri dengan belajar yang benar untuk menghadapi uji sertifikasi.

4.    Ketiga, tegas dan tegakkan hukum.
Dalam pelaksanaan sertifikasi, akan muncul berbagai penyimpangan dari aturan main yang sudah ada. Adanya penyimpangan ini tidak lepas dari adanya upaya berbagai pihak, khususnya guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas. Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah pelaksanaan sertifikasi yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, dan lain sebagainya. Pemerintah harus konsekuen bahwa sertifikasi merupakan standard nasional yang harus dipatuhi.

5.    Pembinaan Pasca Sertifikasi
Pembinaan guru harus berlangsung secara berkesinambungan, karena prinsip mendasar adalah guru harus merupakan a learning person, belajar sepanjang hayat (life long educations) masih dikandung badan. Sebagai guru profesional dan telah menyandang sertifikat pendidik, guru berkewajiban untuk terus mempertahankan profesionalitasnya sebagai guru. Pembinaan profesi guru secara terus-menerus (continuous profesional development) menggunakan wadah guru yang sudah ada, yaitu Kelompok Kerja Guru (KKG) untuk tingkat SD dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) untuk tingkat sekolah menengah. Aktifitas guru di KKG/MGMP tidak saja untuk menyelesaikan persoalan pengajaran yang dialami guru dan berbagi pengalaman mengajar antar guru, tetapi dengan strategi mengembangkan kontak akademik dan melakukan refleksi diri. Desain jejaring kerja (networking) peningkatan profesionalitas guru berkelanjutan melibatkan instansi Pusat, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dan Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota serta Perguruan Tinggi setempat.

Upaya yang sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional: sejahtera dan memiliki kompetensi. Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, di mana pendidikan yang berkualitas merupakan salah satu syarat utama untuk mewujudkan kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Undang-Undang Guru dan Dosen telah hadir sebagai suatu kebijakan untuk mewujudkan guru profesional. UUGD yang menetapkan kualifikasi dan sertifikasi akan menentukan kualitas dan kompetensi guru.


C.   KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas bahwa keberadaan guru yang berkualitas merupakan syarat mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas, hampir semua bangsa didunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang mendorong keberadaan guru yang berkualitas.

Revisi Undang-Undang Guru dan Dosen kiranya perlu dilakukan terkait pola penilaian portofolia yang terbukti memicu munculnya perilaku kecurangan. Penilaian portofolia tidak banyak meningkatakan kulalitas guru secara signifikan.

Sebagai alternatife solusi untuk menggantikan pola portofolio adalah pola pelatihan guru.  Melalui pelatihan guru yang diselenggarakan oleh organisasi profesi guru (PGRI) dengan tenaga pengajar yang handal dan uji kompetensi secara langsung jelas lebih nyata dan bermakna.

Upaya sungguh-sungguh perlu dilaksanakan untuk mewujudkan guru yang profesional, sejahtera dan memiliki kompetensi. Suatu kebijakan untuk mewujudkan guru yang profesional dan menetapkan kualifikasi dan sertifikasi sebagai bagian penting dalam menentukan kualitas dan kepentingan guru.

Hal ini merupakan syarat mutlak untuk menciptakan sistem dan praktek pendidikan yang berkualitas sebagai prasyarat untuk mewujudkan kemakmuruan dan kemajuan bangsa Indonesia.



Referensi:

Undang-Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

http://erlanmuliadi.blogspot.com/2011/04/kebijakan-sertifikasi-guru-dan-dosen.html

http://id03r.wordpress.com/2007/06/16/hello-world/

http://priangan20.com/pendidikan/162-sertifikasi-guru-mesti-dibenahi.html

1 komentar:

  1. Video : sega genesis flashback flashback - VGCV3.CC
    Sega Genesis Flashback Console – Reviewed - HDMI-GBC-J3-M.jpg. Sega Genesis Flashback how to convert youtube to mp3 Console – Reviewed - HDMI-GBC-J3-M.jpg. Sega Genesis Flashback Console – Reviewed - HDMI-GBC-J3-M.jpg.

    BalasHapus